RDBMS ( Relational Database
Management System) adalah program yang melayani sistem basis data yang entitas
utamanya terdiri dari tabel-tabel yang mempunyai relasi dari satu tabel ke
tabel yang lain. Suatu database terdiri dari banyak tabel. Tabel ini terdiri
dari banyak field yang merupakan kolomnya. Isi tiap baris dari tabel inilah
merupakan data.
Untuk
membuat sistem basis data yang terintegrasi maka antara satu tabel dengan tabel
lain mempunyai hubungan yang harus selalu diperlihara. Setiap tabel mempunyai
sebuah primary key, primary key ini kemudian dihubungkan dengan tabel kedua dan
menjadi foreign key untuk tabel kedua ini. Dengan relational database ini maka
data akan secara konsisten disimpan di suatu tabel, kemudian tabel lain yang
membutuhkan data lainnya tinggal menghubungkan melalui foreign key.
Berbagai
macam relasi dalam database
- one-to-one
- one-to-many
- many-to-many
RDBMS akan menjaga agar data-data yang menjadi kunci relasi
yang foreign_key dan primary_key ini merupakan data-data yang benar-benar
berkaitan satu dengan yang lain. Jika ada data yang salah relasinya, maka RDMBS
akan menolak data tersebut. Ini akan memudahkan pembuat program (software
developer) dalam melakukan coding karena dibantu pengecekan secara otomatis
oleh RDBMS.
RDBMS memiliki banyak karakteristik yang membedakan dari
model penyimpanan data lainnya. Perbedaan yang paling penting adalah pemisahan
segi fisik dari segi logika suatu data. Dalam RDBMS, seluruh data secara logika
tersimpan di dalam tabel-tabel, yang merupakan kumpulan dari baris dan kolom.
Sistem pencarian data di dalam RDBMS menggunakan index yang merupakan struktur
data yang terpisah dari tabel dan menyimpan hanya nilai terstruktur dari
kolom-kolom dan alamat fisiknya. Disamping itu dengan didukung oleh penggunaan
index dapat mempercepat proses pencarian data di dalam database.
Faktor penting lainnya dari arsitektur RDBMS adalah
integrity constraints. Dengan Integrity Constraints tabel-tabel dihubungkan
dengan key. Key adalah beberapa kolom atau kombinasi kolom kolom yang secara
unique mengidentifikasi setiap tabel. Sebuah key yang secara unique bagi suatu tabel
dapat berdiri sebagai kolom yang tidak unique bagi tabel lainnya. Integrity
Constraints adalah aturan "build in" yang secara otomatis berpengaruh
dalam mempertahankan integritas database.
Aturan-aturan
integritas ini biasa dibuat atau dirancang oleh seorang perancang database.
Karakteristik penting lainnya dari arsitektur RDBMS adalah adanya
"Optimizer". Optimizer adalah sebuah sistem pakar yang bertugas untuk
menentukan cara pemrosesan yang paling efesien bagi suatu database.
Perlunya
Pembentukan Data Base dalam Rangka Implementasi SIG Untuk Kepentingan
Pertahanan
Sebelum
membahas lebih jauh tentang data base SIG, perlu diketahui
mengenai data base atau basis data yaitu merupakan kumpulan
data yang dapat digunakan bersama oleh sistem-sistem aplikasi yang berbeda.
Sedangkan menurut Fathan (Eddy Prahasta, 2001) data base dapat
didefinisikan dari beberapa sudut pandang :
a.
Himpunan kelompok data (file/arsip) yang saling berhubungan dan diorganisasikan
sedemikian rupa agar kelak dapat dimanfaatkan kembali dengan cepat dan mudah.
b.
Kumpulan data yang saling berhubungan dan disimpan bersama sedemikian rupa
tanpa pengulangan yang tidak perlu (reductancy) untuk memenuhi berbagai
kebutuhan.
c.
Kumpulan file/table/arsip yang saling berhubungan dan disimpan di dalam media
penyimpanan elektronik.
Pada
prinsipnya data base SIG tidak jauh berbeda dengan data
base pada umumnya, hanya saja karena SIG bertumpu pada penyajian data
yang berkorelasi dengan spasial/lokasi. Jadi apa bila sistem data
base lainnya umumnya berupa teks, table dan grafis, maka pada data
base SIG selain data atribut tersebut juga dilengkapi dengan data
base peta dasar yang justru menjadi unsur utama, sebab semua tampilan
data lain bersifat atribut yang diletakkan pada lokasi di atas peta/citra
satelit.
Menurut
Eddy Prahasta, secara garis besar perbedaan basis data spatial dengan basis
data biasa terletak pada :
a. Adanya
kebutuhan mengenai data (basis data) spasial sedangkan sistem basis data biasa
tidak membutuhkannya. Basis data spasial membutuhkan peta dasar untuk penyajian
data tersebut menjadi peta tematik.
b.
Diperlukannya entity (obyek dasar) spasial sebagai konsekuensi
adanya kebutuhan basis data spasial agar dapat berhu-bungan dengan entity-entity lainnya
dalam sistem tersebut.
c.
Diperlukan entity spasial tambahan untuk mendukung entity spasial
dasar yang dimuat pada suatu layer. Sebagai contoh untuk membuat
analisa kesesuaian lahan pertanian membutuhkan layer lain
berupa peta kemiringan tanah, jumlah curah hujan, jenis tanah, ketebalan
lapisan tanah dan lain-lain yang ditampilkan pada layer-layer yang
lain.
d.
Relasi entity berdasarkan ko-ordinat-koordinat obyek.
Informasi yang dimuat pada masing masing layer bila
ditampalkan/overlay selalu dapat dicari kesamaan lokasi suatu obyek
dari suatu peta ke peta yang lain.
e. Entity dengan flat
table.
f.
Relasi entity pada model data spasial raster. Entity spasial
yang diimplementasikan sebagai data rastermenggunakan relasi-relasi
berdasarkan koordinat-koordinat obyek-obyeknya (frame).
g. Atribut
atau field di luar perancangan. Di dalam SIG sering kali
muncul atribut-atribut atau fields tambahan di luar kendali si
perancang. Atribut-atribut ini tidak dirancang dan diimplementasikan oleh si
perancang, tetapi dibuat secara otomatis oleh perangkat data base manajemen
sistem SIG yang bersangkutan dengan tujuan-tujuan efektifitas, efisiensi, atau
kemudahan pemrosesan dan manipulasi data spasialnya.
h.
Penjagaan integritas basis data. Untuk mencegah rusaknya basis data dan data
spasial yang terkait akibat kemudahan diakses oleh pengguna, digunakan
penjagaan integritas di tingkat aplikasi. Artinya aplikasi akan mencegah
pengguna dari tindakan-tindakan yang dapat merusak basis datanya.
Konsekuensi
dari tuntutan yang harus dipenuhi dari perbedaan tersebut di atas, maka proses
pembangunan atau pembentukan data base SIG lebih rumit dan
lebih besar dari basis data yang lain, hal ini disebabkan adanya keharusan
untuk mengikut-sertaan data peta dasar baik berupa peta vector (koordinat
x,y), raster-raster (berdasarkan elemen gambar/pixel) ataupun
peta topografi. Kemudian agar dapat diintegrasikan dengan data atribut
peta-peta dasar tersebut harus melalui proses digitasi atau scanning.
Oleh sebab itu pembentukan data base SIG akan merupakan kegiatan yang paling
besar dalam pengaplikasian SIG dimana pada proses ini melibatkan banyak tenaga,
memakan waktu, membutuhkan biaya besar, diperkirakan >60% sumber daya yang
diperlukan terpakai pada pembentukan data base.
·
Perlunya pembangunan data base SIG
untuk pertahanan.
Mengingat
bahwa aspek pertahanan bagi tiap-tiap Negara merupakan unsur vital, maka
tentunya segala penyelenggaraan kegiatan yang berkaitan dengan pertahanan perlu
mendapat prioritas, karena elemen dari pertahanan tidak hanya meliputi
persenjataan (Alutsista) dan personil militernya saja, tetapi juga mencakup
hal-hal lain antara lain proses perencanaan dan sistem yang digunakan dalam
mendukung perencanaan dalam hal ini dapat dimasukkan SIG sebagai alat bantu pemberi
data/informasi dalam rangka pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan.
Sebagai
contoh pentingnya pengembangan basis data SIG untuk pertahanan, Australia dalam
bulan April 2003 melalui Defence Topographic Agency (DTA) menyelenggarakan
proyek PARARE senilai 18.42 Juta dollar dimana melalui sistem ini dihasilkan
data digital lengkap dan fasilitas produksi peta dengan kunci keuntungan sistem
ini adalah kemampuan menghasilkan produk-produk digital dalam format ESRI
(Environmental System Recearch Institut) yang dapat memenuhi segala kebutuhan
pengguna di bidang pertahanan . Proyek ini merupakan lanjutan dari proyek
GIS componentyang dilaksanakan sejak November 1998 (ESRI Australia,
2003). Proyek SIG utama Australia lainnya adalah SEA 1430 yang bertujuan untuk
mendukung pemetaan nautika maritime dan pengembangan data
base digital hydrografi senilai 30 juta dolar (Nigel Conolly, 2003).
Bagaimana dengan Indonesia?
Luas
wilayah Republik Indonesia yang terbentang dari 940 451 BT
sampai 1410 051 BT dan 60 08’
LU sampai 11015’ LS, dimana untuk daerah
khatulistiwa 10 ekivalen dengan 111 km, + 7.70.000
Km2 dengan luas daratan+ 1.900.000 Km2 dan luas
lautan + 5.800.000 Km2 terdiri atas + 300.000
Km2 laut teritorial, 2.700.000 Km2laut pedalaman dan
2.000.000 Km2 laut ZEE (Sobirin, A.R., 2002). Ditinjau dari
luas wilayah maka upaya untuk pengawasan dan pengelolaan dari segi pertahanan
bila dihadapkan dengan keterbatasan alat peralatan dan sarana prasarana lainnya
menjadi sangat sulit. Sebagai contoh dari segi pengamanan wilayah perairan
Indonesia terahadap kegiatan pencurian ikan oleh nelayan asing masih sulit
diatasi, terbukti dengan maraknya aktivitas pencurian ikan yang dilakukan oleh
nelayan Thailand di perairan ZEE, hanya sedikit yang dapat ditangkap oleh kapal
patroli TNI-AL. Demikian pula halnya dengan pencurian kayu seperti yang terjadi
di beberapa daerah perbatasan RI – Malaysia.
Salah
satu upaya yang dapat membantu dalam pengamatan dan pengawasan wilayah adalah
tersedianya data spasial baik darat dan laut baik berupa data konvensional
(peta topografi, peta bathymetri/hidrografi) maupun peta digital yang telah
dilaksanakan oleh TNI-AD, TNI-AL dan TNI-AU, demikian pula oleh badan/Instansi
Pemerintah seperti Bakosurtanal, LAPAN, Deptrans dan lain sebagainya sesuai
kebutuhan masing-masing badan/Instansi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar